Monday, October 15, 2012

Felix Baumgartner, Si "Gila" yang berhasil Terjun dari Tepian Antariksa



Felix Baumgartner, skydiver asal Austria, berhasil mengukir sejarah. Lewat misi penerjunan bernama Red Bull Stratos yang dilaksanakan pada Minggu (14/10/2012), Baumgartner berhasil mencetak tiga rekor sekaligus.

Baumgartner berhasil terjun dari ketinggian 39,044 km. Setelah naik dengan kapsul dan balon udara, ia berhasil terjun menembus kecepatan suara. Penerjunan berjalan selama 9 menit 3 detik. Selama 4 menit 20 detik merupakan gerak jatuh bebas berkecepatan 1.342 km/jam atau 1,24 kali kecepatan suara.

Dengan kesuksesan penerjunan itu, Baumgartner menjadi manusia pertama yang bergerak menembus kecepatan suara tanpa kendaraan sekaligus rekor kecepatan gerak tertinggi. Baumgartner juga meraih rekor skydiver yang pernah terjun dari titik tertinggi.

Baumgartner bukanlah anak bawang dalam dunia skydiving. Berusia 43 tahun, ia telah menekuni skydiving sejak umur 16 tahun. Pria yang lahir di Salzburg, Austria, pada tahun 1969 itu mengasah keahlian terjun di kemiliteran Austria.

Pada tahun 1990, ia sedikit mengubah haluan. Dari skydiving tradisional, ia beralih ke base jumping. Base jumping adalah penerjunan dari objek diam, seperti gedung, jembatan, antena, dan relief alam seperti bukit.

Sebelum rekor kali ini, Baumgartner telah mengukir sejumlah prestasi. Tahun 1999, ia mencetak rekor sebagai manusia yang terjun dengan parasut dari titik tertinggi. Saat itu, ia terjun dari Menara Petronas di Kuala Lumpur. Tahun 2007, ia juga terjun dari menara Taipei 101, menara tertinggi di dunia.

Penerjunan selanjutnya adalah mencetak rekor sebaliknya. Baumgartner terjun dari titik terendah, yakni lengan dari patung Kristus di Rio de Janeiro. Baumgartner, kata Stefan Aufschnaiter, adalah "penerjun paling gila di dunia". Menurutnya, ketinggian minimal untuk terjun adalah 50-60 meter.

Prestasi lainnya, Baumgartner menjadi manusia pertama yang terbang mengarungi Selat Inggris pada tahun 2003. Ia melompat dari pesawat di atas wilayah Dover dan terbang dengan sayap berbahan fiber karbon kemudian mendarat pada jarak 35 km dari semula di cap Blanc-Nez di dekat Calais 14 menit kemudian.

Keberhasilan penerjunan kali ini adalah buah dari kerja keras persiapan selama 7 tahun. Misi Baumgartner disponsori oleh Red Bull, perusahaan minuman berenergi. Deretan dokter dan kalangan skydiver, termasuk Joe Kittinger dari US Air Force, pencetak rekor penerjunan tertinggi sebelumnya, terlibat.

Baumgartner mengatakan, ia termotivasi untuk melihat apa yang bisa dicapai oleh tubuh manusia. Ia juga ingin melihat apa yang tak bisa dilihat oleh orang lain, berada dalam keadaan sendiri di ketinggian langit.

"Ini hal yang luar biasa. Ketika Anda berada di ketinggian di dalam baju khusus yang dijaga tekanannya, satu-satunya yang bisa didengar adalah diri sendiri yang bernapas dan Anda bisa melihat lengkungan Bumi, langit yang berwarna hitam," ungkapnya seperti dikutip BBC, Senin (15/10/2012).

"Ini momen yang janggal sebab Anda tak pernah melihat langit berwarna hitam. Saat itu, Anda tahu bahwa Anda telah mencapai sesuatu yang besar," tambah Baumgartner.

Satu kalimat bermakna yang juga diungkapkan Baumgartner ialah "kadang kita harus berada di tempat yang sangat tinggi untuk melihat betapa kecilnya diri kita".

Sekali Lompat, Baumgartner Pecahkan Tiga Rekor  

Tiga rekor yang dipecahkan oleh penerjun kawakan berusia 43 tahun itu adalah
penerbangan balon berawak tertinggi, terjun bebas tertinggi dan menjadi orang pertama yang memecahkan batas kecepatan suara tanpa bantuan. Pada lompatan dari atas kapsul itu, kecepatan terjun bebas yang dilakukannya mencapai 1 Mach.

Sayangnya, Baumgartner gagal menjadi orang terlama yang melakukan terjun bebas di angkasa. Dia 16 detik lebih cepat daripada catatan waktu Joseph Kittinger.

Pada 1960, Kittinger melompat dari balon yang terbang pada ketinggian 31.333meter. Kittinger, yang kini purnawirawan kolonel angkatan udara Amerika Serikat, terjun bebas selama 4 menit dan 36 detik sebelum membuka parasutnya.

Baumgartner berharap dia dapat melayang di udara selama 5 menit 35 detik dan baru mengembangkan parasutnya pada ketinggian 1.520meter. Namun catatan waktunya menunjukkan empat menit dan 20 detik.

Usai mendarat kembali, Baumgartner menyampaikan terima kasih kepada seluruh anggota tim Red Bull Stratos yang telah mewujudkan “impiannya”.

"Ketika saya berdiri di atas bumi, anda akan merasa begitu rendah hati, anda tak lagi berpikir soal memecahkan rekor, anda tak lagi berpikir tentang mengumpulkan data ilmiah,” ujarnya. “Satu-satunya yang anda ingin adalah kembali dengan selamat karena anda tak ingin mati di depan orang tua, kekasih, dan semua orang yang menyaksikannya. Itulah hal terpenting bagi saya ketika berada di atas sana.”

Upaya pemecahan rekor ini sempat beberapa kali tertunda. Angin luar biasa kencang di Roswell, New Mexico, membuat Baumgartner dan timnya terpaksa membatalkan rencana uji coba sepanjang pekan lalu. Meski berukuran raksasa, balon helium raksasa yang digunakan untuk mengangkat kapsul ke stratosfer sangat rapuh.

Balon plastik berukuran 850.000 meter kubik itu tebalnya hanya sepersepuluh kantung Ziploc, atau setipis kantung plastik laundry. Balon itu hanya dapat diluncurkan bila kekuatan angin maksimal 3 kilometer per jam di antara permukaan tanah hingga ketinggian 244 meter.

5 “Jebakan” Maut yang Berhasil Dilalui Felix Baumgartner

Meski berakhir bahagia, Felix Baumgartner yang berhasil memecahkan rekor dunia baru dalam aksi melompat bebas dari luar angkasa di ketinggian 128.087 kaki (39.044 meter) dari permukaan bumi, saat itu sejatinya sedang bertaruh nyawa. Kesalahan sepele bisa berakibat malapetaka. Nah, berikut adalah lima bahaya yang membayanginya saat melompat dari kapsul. Risiko maut yang berhasil ia hindari:
1. Putaran datar (flat spin)
Dalam tekanan udara rendah, para penerjun berisiko mengalami apa yang dinamakan “putaran datar”. Di posisi ini, tubuh berputar secara horizontal seperti kerja piringan hitam. Putaran datar yang tidak terkendali bisa membuat Baumgartner tak sadarkan diri. Darahnya akan mengalir deras dengan ekstrem, termasuk ke bagian kepala. Ketika menggenang di mata, darah akan memicu kebutaan sementara. Risiko terburuk dari posisi ini, kekuatan putaran dan aliran darah deras ke kepala bisa menyebabkan pendarahan otak parah dan penggumpalan. Ini bisa berakibat fatal.
Pencegahan telah dilakukan, parasut memanjang khusus bisa dikerahkan untuk menstabilkannya. Meski detik-detik awal pasca lompatan ia sempat tak terkendali, namun Baumgartner berhasil menstabilkan diri di lapisan atmosfer lebih bawah yang lebih pekat.
2. “Darah mendidih”
Di lapisan stratosfer, di mana Baumgartner membuat lompatan, tekanan udara sangat tipis, hanya satu persen dari tekanan di permukaan Bumi.
Pada ketinggian di atas 19.200 meter, kurangnya tekanan bisa memicu pembentukan gelembung udara dalam darah, kondisi yang disebut “darah mendidih”. Gelembung yang relatif besar cukup kuat untuk menghentikan aliran darah di arteri utama, ini saja sudah fatal. Ditambah lagi dengan potensi dekompresi mendadak yang bisa merusak paru-parunya.
Perubahan tekanan tiba-tiba juga membuat tubuh bengkak dalam hitungan detik. Seperti yang terjadi saat pemegang rekor sebelumnya, Kapten Joseph W. Kittinger Jr terjun dari ketinggian 31.133 meter. Kegagalan di sarung tangannya, membuat tangannya membengkak dua kali ukuran normal.
Tim  Red Bull Stratos mengantisipasinya dengan pakaian khusus dan helm mirip astronot untuk melindunginya saat jatuh. Tim medis juga disiapkan jikalau Baumgartner turun mendarat dalam kondisi kritis.
Namun tangan terkepal ke atas Sang Penerjun, membuktikan apa yang dikhawatirkan tak terjadi.
3. Membeku di udara
Bagian atas atmosfer adalah wilayah yang sangat dingin. Tim Red Bull Stratos memperkirakan Baumgartner melangkah dari kapsul dalam kondisi -23 derajat Celcius. Saat terjun, ia akan berada dalam suhu -56 derajat Celcius atau bahkan lebih rendah.
Di suhu sedingin itu, tubuh Baumgartner berpotensi tak bisa mempertahankan suhu tubuh rata-rata 37 derajat Celsius. Jika suhu tubuhnya merosot jadi 28 derajat Celsius, ia bisa pingsan. Yang lebih fatal jika suhu tubuhnya lebih rendah dari 21 derajat Celsius, nyawanya bisa melayang. Jadi tim mempersiapkan pakaian khusus yang memberinya perlindungan dari suhu minimal -68 derajat Celcius.
Sebelum melompat, tim sempat akan membatalkan misi ketika ditemukan uap dalam helm Baumgartner, bukti sistem pemanasan di helm gagal. Namun lelaki pemberani itu tetap nekat melompat. Untung kesalahan di bagian helm tidak berakibat fatal.
4. Gelombang kejut
Saat tubuh Baumgartner mendekati kecepatan suara, ia akan berhadapan dengan kekuatan serius. Salah satunya dengan sonic boom atau ledakan sonik. Itu berpotensi membahayakan penerjun. Namun sejak awal tim  Red Bull Stratos optimistis, udara tipis adalah keuntungan buat Baumgartner.
Dan benar saja, Baumgartner bahkan tak menyadarinya. “Aku tidak merasakan ledakan sonik, karena sibuk berusaha menstabilkan diriku,” kata Baumgartner usai mendarat. Meski ia mengakui, “ini lebih sulit daripada yang kubayangkan.”
5. Jatuh menghujam bumi
Melompat dari ketinggian dan dengan kecepatan luar biasa, bisa saja Baumgartner lupa membuka parasut, atau terlambat. Yang bisa membuatnya jatuh dengan mengerikan. Tim telah mempersiapkan risiko ini. Dengan menyiagakan parasut darurat yang bisa membuka secara otomatis, jika Baumgartner tak sadarkan diri karena aksi nekatnya itu.
Namun kekhawatiran itu tak terjadi. Dalam kondisi sadar, Baumgartner membuka parasutnya di ketinggian satu mil di atas tanah. Ia akhirnya mendarat dengan mulus, dalam posisi berdiri nyaris tegak. Akhirnya doanya terkabul: bisa pulang.
“Di ketinggian, bukan lagi soal memecahkan  rekor, bukan tentang mengumpulkan data ilmiah. Tapi perasaan ingin pulang.”
<iframe width="420" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/V6xqgWVgAok" frameborder="0" allowfullscreen></iframe>



 

No comments:

Post a Comment